HubunganSeksualitas

Wanita lebih menyukai seks rekaratif untuk berbicara dari hati ke hati

Masing-masing dari kita memiliki cara sendiri untuk memecahkan masalah dalam sebuah hubungan. Beberapa bahkan tidak kita kendalikan: seseorang mulai menangis, ada yang menjerit. Ada orang yang lebih memilih untuk mengabaikan masalah dan menerjemahkan bentrokan menjadi seks yang lembut dan penuh gairah "mari lupakan segalanya". Kami menggunakan seks dan berpikir bahwa itu bisa "memperbaiki" hubungan. Tapi bukan itu yang bekerja sangat banyak, yang dikonfirmasi oleh sebuah studi baru-baru ini. Juga diketahui bahwa wanita yang merasa semakin kurus sudah lama mengerti hal ini.

Dari sudut pandang sosiologi

Sebuah studi baru yang disebut "Perbedaan Perilaku Setelah Konflik Romantis" (oh, kedengarannya panas!) Menyarankan bahwa meskipun pria suka menerima layanan seksual (seperti kepuasan oral) atau "isyarat bagus" setelah bertengkar, wanita tidak menemukan resolusi seksual yang berguna.

Dari pilihannya: melakukan hubungan seks dan bukannya bertengkar dan pasangan mereka meminta maaf, memberi mereka tangisan dan menghabiskan waktu bersama mereka, wanita yang diwawancarai lebih memilih pilihan kedua.

Fakta yang menarik! Perwakilan kedua jenis kelamin tersebut mengatakan bahwa mereka menginginkan pemberian setelah bertengkar, namun pria sering menawarkan hadiah sebagai cara untuk memecahkan masalah daripada wanita.

Di sisi lain, cakupan survei agak kecil, sehingga hasilnya sulit untuk disosialisasikan dan dibawa ke seluruh masyarakat.

Bagaimana penelitian ini?

Para peneliti meminta 74 orang untuk mengevaluasi cara-cara untuk menyelesaikan konflik mengenai keefektifannya, dan walaupun pria menunjukkan preferensi yang lebih kuat untuk aktivitas seksual, wanita juga tidak sepenuhnya menentang gagasan ini. Mereka hanya cenderung mengevaluasi komunikasi di atas.

Penyebab

Periset percaya bahwa perbedaannya tergantung pada peran gender dalam hubungan dan alasan mengapa orang memulainya.

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pria lebih cenderung tinggal dengan pasangan yang "tersedia secara seksual" (yang berarti bahwa kebanyakan pasangan memiliki hubungan seks reguler), jadi masuk akal jika menilai seks sebagai cara untuk memperbaiki situasi.

Sementara itu, wanita lebih menyukai tanda-tanda keterikatan emosional, bukan seksual, jadi mereka cenderung memilih untuk mengerjakan masalah, dan tidak hanya menyingkirkannya saja.

Dan apakah semuanya begitu tidak ambigu?

Hasilnya hanya mencerminkan hal-hal yang menurut pria dan wanita berguna dalam argumen sengketa, dan bukan tentang apa yang sebenarnya paling efektif.

Mungkin, meskipun orang berpikir mereka ingin berhubungan seks atau berbicara untuk memperbaiki situasi, pilihan yang berlawanan mungkin bisa bekerja lebih baik untuk hubungan mereka. Belum tentu hanya ada satu jawaban yang benar.

Kesimpulan yang bisa kita tarik dari penelitian ini bukan untuk "berhenti melakukan hubungan seks rekonsiliasi," tapi untuk menerima sudut pandang pasangan saat memilih metode untuk menyelesaikan konflik.

Terbuka untuk beberapa cara, tanyakan kepada orang yang Anda temui, apa yang menurutnya efektif, dan lakukan apa yang benar untuk Anda berdua.

Berhubungan seks, jika berhasil untuk Anda, tapi masih membahas situasinya sedikit kemudian. Gunakan seks sebagai kesempatan untuk menghilangkan ketegangan dan menjaga emosi selama percakapan terkendali.

Similar articles

 

 

 

 

Trending Now

 

 

 

 

Newest

Copyright © 2018 delachieve.com. Theme powered by WordPress.